Penerapan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan di Indonesia: Langkah Menuju “Sustainable Aviation Fuel” 1% pada 2026
Indonesia memasuki fase baru dalam pengembangan energi dan teknologi penerbangan dengan agenda besar: penerapan sustainable aviation fuel (SAF). Istilah penerapan sustainable aviation fuel Indonesia muncul di paragraf pembuka untuk mendukung optimasi SEO. Kebijakan ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal lingkungan, industri nasional, dan posisi Indonesia dalam rantai energi global.
Latar Belakang Teknologi sustainable aviation fuel di Indonesia
Teknologi SAF adalah bahan bakar penerbangan yang dihasilkan dari sumber terbarukan—seperti minyak nabati, minyak bekas goreng (used cooking oil, UCO), limbah biomassa—dan meskipun secara kimia mirip avtur konvensional, memiliki emisi karbon yang jauh lebih rendah.
Menurut laporan, pemerintah Indonesia mempertimbangkan regulasi untuk menerapkan campuran SAF sebesar 1% pada penerbangan internasional dari Jakarta dan Bali mulai tahun 2026. Reuters
Selain itu, riset terbaru dari International Council on Clean Transportation (ICCT) menyoroti bahwa Indonesia dapat memanfaatkan minyak bekas goreng sebagai bahan baku SAF dan telah memulai studi-insentif fiskal untuk mendorong produksi SAF berbasis UCO. ICCT
Dengan menjadi negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan SAF secara domestik — meskipun terdapat tantangan regulasi, pengumpulan bahan baku, dan skala produksi yang perlu diatasi.
Mengapa Penerapan sustainable aviation fuel Penting Bagi Indonesia
Menurunkan Emisi Transportasi Udara
Sektor penerbangan adalah salah satu penyumbang emisi karbon global yang signifikan. Dengan mengadopsi SAF, Indonesia dapat membantu memenuhi target nol bersih (net-zero) dan komitmen lingkungan internasional.
Kebijakan penerapan sustainable aviation fuel Indonesia menunjukkan bahwa negara ingin ikut dalam transformasi energi global — tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen bahan bakar bersih.
Mendorong Industri Domestik & Ekonomi Hijau
Penerapan SAF akan membuka peluang besar untuk investasi dalam teknologi, rantai pasok lokal, pengolahan limbah seperti UCO, dan pengembangan produksi biomassa. Sebuah riset menyebut bahwa dengan pengaturan yang tepat, Indonesia bisa menghasilkan 3-4 juta kiloliter UCO per tahun sebagai bahan baku sustainable aviation fuel. Reuters
Industri ini bisa menciptakan lapangan kerja baru, mengembangkan teknologi lokal, dan memperkuat nilai tambah dari bahan baku yang selama ini kurang dimanfaatkan.
Meningkatkan Keamanan Energi Nasional
Dengan mengembangkan SAF dan rantai bahan baku domestik, Indonesia mengurangi ketergantungan pada impor avtur atau bahan bakar fosil dari luar negeri. Hal ini penting dalam konteks volatilitas harga minyak global dan tekanan lingkungan.
Komponen Penting dalam Strategi Penerapan SAF
Kebijakan dan Regulasi Nasional
Pemerintah telah mempertimbangkan mandat untuk mencampur SAF sebesar 1% pada penerbangan internasional mulai 2026, dengan target peningkatan bertahap hingga 5% pada 2035. Centre for Aviation+1
Regulasi ini memerlukan kerangka hukum yang jelas, insentif fiskal, pengaturan kualitas bahan bakar, dan sistem pengawasan agar produksi serta distribusi SAF berjalan lancar.
Rantai Pasok Bahan Baku & Infrastruktur
Salah satu bahan baku potensial sustainable aviation fuel di Indonesia adalah used cooking oil (UCO). Namun, pengumpulan UCO masih terkendala — sistem nasional pengumpulan UCO masih belum terintegrasi penuh. Riset ICCT menekankan perlunya dana khusus (Used Cooking Oil Fund) dan model insentif untuk mendorong pengumpulan UCO. ICCT
Infrastruktur pengolahan dan kilang juga harus disiapkan agar produksi SAF mencapai skala yang ekonomis.
Teknologi Produksi & Sertifikasi
Produksi SAF harus memenuhi standar global seperti International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) atau Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA). Indonesia telah memiliki kilang yang mulai memproduksi SAF dari UCO di Cilacap. Reuters+1
Skala produksi dan efisiensi biaya menjadi tantangan untuk menjadikan SAF kompetitif dengan avtur konvensional.
Tantangan Utama Penerapan sustainable aviation fuel di Indonesia
Ketersediaan Bahan Baku & Pengumpulan Efisien
Meskipun potensi besar, pengumpulan UCO masih terfragmentasi. Tanpa suplai bahan baku yang memadai, penerapan sustainable aviation fuel Indonesia akan sulit mencapai target.
Riset menunjukkan bahwa pengumpulan UCO belum mencapai 50% dari potensi nasional karena sistem pengumpulan yang terdesentralisasi. ICCT
Biaya Produksi & Skala Ekonomi
SAF saat ini masih lebih mahal dibanding avtur konvensional. Untuk membuatnya kompetitif, dibutuhkan skala produksi besar dan insentif kebijakan yang tepat.
Jika tidak, maskapai dan operator mungkin enggan mengadopsi SAF secara luas.
Infrastruktur & Teknologi Kilangan
Untuk memproduksi SAF secara masif diperlukan kilang modifikasi, fasilitas pengolahan biomassa atau UCO, dan logistik yang memadai. Waktu, investasi dan perencanaan menjadi kunci.
Regulasi, Sertifikasi & Permintaan Pasar
Mandat penggunaan SAF hanya mulai dari 1% pada 2026—relatif kecil sehingga efek awal mungkin terbatas. Permintaan jangka panjang perlu dipastikan agar investor mendapat kepastian.
Permintaan dari maskapai luar negeri dan pasar global juga bisa menjadi pendorong, namun memerlukan kerja sama internasional.
Strategi dan Rekomendasi untuk Memaksimalkan Penerapan sustainable aviation fuel
Insider Prioritaskan Skala & Sinkronisasi Kebijakan
Pemerintah dan pelaku industri harus menyinergikan kebijakan industri, energi dan lingkungan — membuat roadmap penerapan, target jangka pendek dan jangka panjang, serta memastikan bahwa bahan baku, teknologi dan infrastruktur selaras.
Bangun Skema Insentif & Sistem Pengumpulan UCO
Adopsi dana khusus untuk pengumpulan UCO, insentif fiskal bagi pelaku yang memproduksi SAF, dan mekanisme pasar yang memungkinkan produksi dan penggunaan SAF secara ekonomis.
Kembangkan Infrastruktur Produksi & Kolaborasi Teknologi
Kolaborasi antara kilang, perusahaan energi, lembaga riset, dan startup biomassa sangat penting. Teknologi lokal harus diperkuat agar Indonesia tidak hanya mengimpor teknologi SAF, tetapi juga menjadi produsen.
Edukasi dan Pasar Permintaan
Maskapai dan konsumen harus diedukasi mengenai manfaat SAF. Memunculkan permintaan mandiri (market pull) akan memperkuat adopsi — maskapai bisa mulai menawarkan “penerbangan hijau” atau sertifikasi karbon bagi penumpang.
Penutup
Penerapan sustainable aviation fuel Indonesia adalah langkah strategis yang menghubungkan teknologi, industri, lingkungan dan posisi Indonesia dalam ekosistem energi global. Dengan roadmap yang jelas, kolaborasi yang baik, serta skala produksi yang tepat, manfaatnya bisa signifikan — bagi maskapai, bagi lingkungan, dan bagi perekonomian nasional.
Kesimpulan
Transisi ke SAF bukan semata soal mengubah bahan bakar pesawat—ini soal bagaimana Indonesia menyambut teknologi, industri dan ekonomi hijau secara menyeluruh. Fokus keyphrase penerapan sustainable aviation fuel Indonesia mengingatkan bahwa kita tidak boleh tertinggal dan harus bergerak bersama untuk merealisasikan langkah besar ini.
Rekomendasi Praktis
-
Untuk pemerintah: Segera publikasikan regulasi SAF, kembangkan skema insentif dan dukung produksi bahan baku UCO secara nasional.
-
Untuk industri penerbangan & kilang: Investasi pada teknologi, mulai uji coba SAF di rute domestik maupun internasional, dan siapkan infrastruktur pengolahan.
-
Untuk masyarakat dan pemangku kepentingan lingkungan: Dukung inisiatif energi bersih, tekan transparansi dan pastikan bahwa dampak lingkungan dari produksi SAF juga dipantau.