Kontroversi Tayangan Trans7 Pesantren 2025: Dampak, Reaksi Publik & Implikasi Etika Penyiaran
11 mins read

Kontroversi Tayangan Trans7 Pesantren 2025: Dampak, Reaksi Publik & Implikasi Etika Penyiaran

Dalam jagat media dan penyiaran Indonesia, isu kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025 kini menjadi sorotan utama publik dan regulator. Ketika program Xpose Uncensored yang ditayangkan oleh stasiun Trans7 memuat narasi dan visualisasi yang dianggap menghina Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, maka reaksi keras pun muncul: boikot di media sosial, sanksi regulator, hingga permintaan maaf resmi. Artikel ini akan mendalami latar belakang, mengapa kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025 bisa terjadi, tantangan regulasi yang muncul, strategi ke depan, serta dampaknya bagi industri penyiaran dan masyarakat.


Latar Belakang Kontroversi Tayangan Trans7 Pesantren 2025

Isu kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025 bermula ketika program infotainment Xpose Uncensored di Trans7 menayangkan segmen pada 13 Oktober 2025 yang mengangkat kehidupan santri dan kiai di Pondok Pesantren Lirboyo. tirto.id Dalam tayangan tersebut, narasi seperti “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan pondok?” menjadi viral dan memicu kecaman luas. suara.com+2NU Online+2
Sejumlah lembaga seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kemudian mengambil tindakan. KPI menyatakan bahwa tayangan tersebut melanggar pasal‐pasal pedoman penyiaran yang mensyaratkan lembaga penyiaran menghormati keberagaman dan tidak merendahkan lembaga pendidikan. MUI+1
Sementara itu, Trans7 secara resmi menyampaikan permohonan maaf kepada pengasuh dan santri Ponpes Lirboyo. Rmol.id
Dengan latar belakang ini, penting bagi kita untuk memahami faktor‐faktor yang memicu kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025 serta bagaimana implikasinya terhadap industri media.


Mengapa Kontroversi Tayangan Trans7 Pesantren 2025 Mendapat Perhatian Besar

Alasan mengapa isu kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025 menjadi viral dan mendapat reaksi luas antara lain:

Pertama, kehidupan pesantren di Indonesia memiliki posisi sosial-kultural yang sangat signifikan—santri, kiai, dan pesantren menjadi bagian dari struktur pendidikan, agama, dan budaya Indonesia. Ketika tayangan televisi menampilkan narasi yang dianggap merendahkan, maka sensitifitas publik pun tinggi.

Kedua, era media sosial membuat penyebaran tayangan, potongan video, dan reaksi publik menjadi sangat cepat. Setelah tayangan Trans7 muncul, boikot dengan tagar #BoikotTrans7 langsung trending di platform X dan media lain. NU Online+1
Ketiga, regulasi penyiaran (melalui KPI) juga memberi kerangka hukum yang jelas bagi reaksi publik terhadap tayangan seperti ini. Karena terjadi pelanggaran, maka otomatis menjadi perhatian regulator dan media. MUI
Keempat, dampak reputasi bagi stasiun televisi dan industri penyiaran juga besar—karena ini bukan hanya soal hiburan atau infotainment ringan, tapi soal bagaimana media memperlakukan kelompok sosial penting dan berjangka panjang. Maka isu ini menjadi lebih dari sekadar “skandal televisi”, tetapi juga soal etika penyiaran, budaya dan kepercayaan publik.


Tantangan Utama dalam Kasus Kontroversi Tayangan Trans7 Pesantren 2025

Dalam menangani isu kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025, beberapa tantangan utama muncul yang harus dihadapi oleh media, regulator dan masyarakat:

Etika Penyiaran & Substansi Program

Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana stasiun televisi dapat menyajikan program yang mengandung elemen infotainment atau investigative namun tetap menghormati institusi sosial seperti pesantren. Program Xpose Uncensored—yang awalnya fokus pada selebriti—kemudian mengangkat topik pesantren dengan gaya yang dianggap kurang sensitif. Wikipedia+1
Dalam konteks ini, penyusunan narasi, pemilihan narasumber, editing video dan framing harus memperhatikan aspek keberagaman, martabat lembaga, dan dampak sosial.

Regulasi & Pengawasan Konten Penyiaran

Regulator seperti KPI harus selalu mengawasi program siaran agar sesuai dengan standar (SPS) dan pedoman perilaku penyiaran (P3). Dalam kasus ini KPI menemukan bahwa program tersebut melanggar pasal 6 ayat 1 dan 2 P3 serta pasal 16 ayat 2 huruf (a) SPS. suara.com+1
Namun regulasi saja tidak cukup: implementasi, transparansi, dan penegakan sanksi juga penting agar penyiaran dapat dipercaya masyarakat.

Reputasi dan Respons Publik

Tantangan lainnya adalah bagaimana stasiun televisi memulihkan reputasi setelah kontroversi. Trans7 hanya beberapa hari setelah tayangan tersebut mengirim permohonan maaf resmi kepada Ponpes Lirboyo. Rmol.id
Diperkirakan banyak pihak yang menunggu tindakan konkret (misalnya program yang benar-benar edukatif) agar kepercayaan publik kembali. Jika tidak, stasiun bisa kehilangan pemirsa, iklan, dan kredibilitas.

Dampak Sosial & Budaya

Kasus ini juga mengingatkan bahwa konten media tidak berdiri sendiri—ia berhubungan dengan identitas sosial, agama, tradisi, dan kepercayaan masyarakat. Pemilihan narasi yang salah atau penggambaran yang merendahkan bisa menyebabkan konflik budaya, menimbulkan resentimen, dan memperburuk fragmentasi sosial.

Adaptasi di Era Digital & Media Baru

Dengan banyaknya platform media baru (streaming, YouTube, media sosial), stasiun televisi semakin dijejali persaingan. Agar tetap relevan, mereka cenderung mengejar rating dengan konten sensasional—namun hal itu meningkatkan risiko kasus seperti kontroversi tayangan Trans7 pesantren 2025. Media harus menyeimbangkan antara mutu, etik, dan kebutuhan komersial.


Strategi dan Aksi yang Dapat Dilakukan Pasca Kontroversi

Untuk mengatasi dampak dari kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 dan memperkuat ekosistem penyiaran yang lebih sehat, berikut beberapa strategi dan aksi yang dapat dilakukan oleh media, regulator, dan masyarakat:

Reformasi Internal Stasiun Televisi

Stasiun seperti Trans7 perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses editorial: mulai dari riset narasumber, framing topik yang sensitif, pelatihan untuk kru dan pembawa acara, serta mekanisme klarifikasi dan koreksi. Permohonan maaf saja tidak cukup jika tidak diikuti perubahan nyata.
Mereka juga bisa menghadirkan program edukatif atau dokumenter yang menampilkan kehidupan pesantren secara positif dan mendalam—mengubah narasi dari kontroversi menjadi pembelajaran bersama.

Penguatan Regulasi & Pengawasan yang Proaktif

Regulator seperti KPI harus lebih proaktif dalam mencegah tayangan yang bisa menyinggung kelompok atau lembaga sosial penting. Misalnya, sistem pra‐penyiaran (screening) untuk topik yang sensitif, pelatihan bagi lembaga penyiaran, serta transparansi proses sanksi.
Selain itu, lembaga penyiaran perlu sistem pengaduan publik yang efektif agar masyarakat dapat melapor dengan cepat jika melihat tayangan yang dianggap merendahkan.

Kolaborasi dengan Institusi Sosial & Komunitas

Media bisa menjalin kemitraan dengan pesantren, lembaga keagamaan, serta komunitas pendidikan agar pembuatan konten lebih inklusif dan menghormati realitas sosial. Misalnya, melibatkan santri, alumni pesantren, atau kiai sebagai narasumber resmi.
Kolaborasi ini akan memberikan konten yang lebih akurat, mengurangi risiko kesalahpahaman, dan meningkatkan kredibilitas media.

Pendidikan Media & Literasi Publik

Masyarakat juga memiliki peran penting: melalui literasi media yang meningkat, publik bisa lebih kritis terhadap tayangan yang menyudutkan atau memicu kontroversi. Sekolah, universitas, lembaga keagamaan dapat menangani pendidikan literasi media agar generasi muda tidak mudah terprovokasi dan memahami etika media.
Dengan demikian, topik seperti kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 bisa menjadi pengingat akan pentingnya konsumsi media yang bijak.

Pemulihan Reputasi dan Monitoring Dampak

Pasca-kontroversi, media dan regulator harus memonitor apakah koreksi dan perbaikan benar-benar berjalan. Indikator bisa berupa tingkat kepercayaan publik terhadap stasiun televisi, jumlah keluhan publik, serta keberlanjutan program yang lebih bertanggung jawab.
Media juga bisa membuka dialog terbuka dengan publik—misalnya forum diskusi atau transparansi internal agar kembali dipercaya.


Dampak yang Diharapkan dan Indikator Keberhasilan

Berkaca dari isu kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025, sejumlah dampak positif bisa diharapkan apabila strategi dijalankan dengan baik:

Dampak yang Diharapkan

  • Media televisi yang lebih sensitif dan bertanggung jawab terhadap narasi yang melibatkan lembaga sosial keagamaan maupun budaya.

  • Penguatan regulasi penyiaran dan peningkatan kredibilitas lembaga regulator seperti KPI di mata publik.

  • Publik yang lebih melek media dan tidak mudah terprovokasi oleh tayangan yang kurang etis.

  • Pesantren dan lembaga sosial lainnya mendapat penggambaran yang lebih adil, akurat, dan menghargai nilai-nilai tradisi yang ada.

  • Industri media yang mampu beradaptasi dengan tuntutan masyarakat dan tetap menjaga integritas serta mutu konten.

Indikator Keberhasilan

  • Pengurangan jumlah tayangan yang mendapat sanksi regulasi karena pelanggaran etika penyiaran.

  • Tingkat kepercayaan publik terhadap stasiun televisi yang mengalami krisis reputasi (seperti Trans7) mulai meningkat.

  • Program televisi yang melakukan kerjasama dengan lembaga sosial atau keagamaan meningkat jumlahnya.

  • Survei literasi media menunjukkan meningkatnya kemampuan publik dalam memahami konten dan mengkritisi tayangan.

  • Kasus kontroversi semacam ini tidak lagi menjadi tren tetap, melainkan lebih menjadi anomaly dan segera ditangani dengan cepat.


Tantangan Potensial yang Masih Mengintai

Meskipun langkah-langkah sudah direncanakan, isu seperti kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 tetap menghadapi potensi hambatan yang harus diantisipasi:

Sensasionalitas yang Terus Meningkat

Media dapat terus tergoda untuk mengejar rating atau viralitas dengan konten “menantang batas”. Tantangan bagi industri adalah menghindari jatuh ke logika “lebih provokatif = lebih banyak pemirsa” yang bisa memicu kontroversi lagi.

Kurangnya Kepatuhan Internal yang Konsisten

Walaupun regulasi dan pedoman ada, implementasi di lapangan masih bisa lemah—kurangnya pelatihan, kepedulian atau sumber daya dapat membuat stasiun televisi kembali melakukan kesalahan.

Fragmentasi Publik & Polaritas

Kontroversi yang melibatkan institusi keagamaan dapat memperdalam polarisasi di masyarakat. Jika media tidak berhati-hati, bisa muncul resistensi yang berdampak sosial luas—termasuk boikot, demonstrasi atau konflik budaya. Kasus dengan tagar #BoikotTrans7 menjadi contoh. NU Online

Perubahan Lanskap Media & Tantangan Baru

Media tidak hanya televisi—platform digital, streaming, media sosial juga ikut berperan. Tantangan baru muncul bahwa regulasi televisi tradisional mungkin tidak cukup mengatur tayangan di platform digital yang cepat tersebar viral.

Pemulihan Reputasi yang Tidak Instan

Reputasi yang rusak memerlukan waktu untuk pulih. Apabila media hanya melakukan permintaan maaf tanpa perubahan substansial, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan secara permanen.


Studi Kasus: Penanganan Kasus Program Xpose Uncensored dan Implikasinya

Kasus program “Xpose Uncensored” di Trans7 adalah contoh konkret bagaimana kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 dapat memainkan peran penting dalam pembelajaran industri media.
Pada 13 Oktober 2025, tayangan tersebut memunculkan narasi yang dinilai merendahkan pesantren dan santri—sebagai akibatnya tagar #BoikotTrans7 menyebar dan KPI menjatuhkan sanksi penghentian sementara terhadap acara tersebut. MUI+2Rmol.id+2
Trans7 kemudian menyampaikan permohonan maaf resmi dan menyatakan komitmen untuk melakukan koreksi. Rmol.id
Dari kasus ini, kita dapat mengambil pelajaran penting: – Narasi yang diangkat media harus mempertimbangkan konteks sosial-kultural dan sensitivitas kelompok. – Regulator perlu mekanisme yang cepat dan kredibel untuk menangani pelanggaran. – Publik dan komunitas memiliki kekuatan untuk mengawal dan menuntut akuntabilitas media.


Pandangan ke Depan: Apa yang Harus Dilakukan Sekarang?

Untuk memastikan bahwa isu seperti kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 tidak terulang dan membawa dampak positif ke depan, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan sekarang:

  • Audit internal media: Stasiun televisi dan penyedia konten lainnya sebaiknya melakukan audit atas konten yang berpotensi sensitif—melibatkan pihak eksternal seperti LSM atau komunitas.

  • Pelatihan etika dan budaya media: Kru produksi, editor, pewawancara harus mendapatkan pelatihan tentang aspek sosial-budaya, agama dan keberagaman agar narasi yang dihasilkan lebih menghormati.

  • Dialog terbuka dengan masyarakat tersangkut: Media yang melakukan pelanggaran harus membuka ruang dialog untuk meminta maaf secara langsung, mendengar keluhan dan melakukan aksi pemulihan.

  • Penguatan regulasi media digital: Karena konten viral kini tidak hanya di TV, regulator dan platform digital harus saling bersinergi agar kontrol dan akuntabilitas tetap berjalan.

  • Edukasi publik tentang literasi media: Masyarakat perlu lebih diolah menjadi konsumen media yang kritis—mengenali konten sensasional, memahami kontekstual, dan tuntut akuntabilitas.

  • Monitoring dan transparansi hasil perbaikan: Media dan regulator harus mempublikasikan hasil perbaikan, audit dan pemulihan reputasi agar kepercayaan publik dapat bangkit kembali.


Penutup

Kasus kontroversi tayanan Trans7 pesantren 2025 menjadi titik balik penting bagi industri penyiaran dan media di Indonesia. Ini bukan hanya soal satu tayangan televisi — melainkan tentang bagaimana media berinteraksi dengan struktur sosial, budaya, agama dan kepercayaan publik. Jika media, regulator dan masyarakat bisa mengambil pelajaran dari peristiwa ini dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya bisa menjadi peningkatan kualitas penyiaran dan konsumsi media yang lebih bermartabat. Sekarang adalah momentum untuk berubah — agar media Indonesia ke depan lebih menghormati, lebih inklusif dan lebih profesional.


Referensi

  • “KPI Resmi Hentikan Program Xpose Uncensored Trans7, Imbas Sudutkan Pesantren dan Kiai.” MUI Digital. MUI

  • “Tayangan Trans7 soal Pesantren Lirboyo Tuai Kecaman, Ini Respons Alumni hingga KPI.” NU Online. NU Online