
Gibran Rakabuming Raka Digugat Perdata ke PN Jakarta Pusat Soal Ijazah SMA
rumahsehatindonesia.com – Gelombang hukum baru menyelimuti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka—seorang warga sipil bernama Subhan mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat, menyoal validitas ijazah sma-nya saat mendaftar sebagai calon wapres. Nilai gugatannya cukup fantastis: Rp 125 triliun, menyorot pertanyaan mendasar soal pendidikan dan konstitusionalitas pencalonan pejabat tinggi. Yuk, kita bedah kronologi lengkapnya, reaksi pihak terkait, sampai implikasinya yang bisa mengguncang panggung politik.
Kronologi Gugatan dan Dasar Hukum
Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, didaftarkan pada 29 Agustus 2025 dan dijadwalkan sidang perdana Senin, 8 September 2025.
Subhan, sang penggugat, menggugat dua pihak: Gibran sebagai tergugat I dan KPU sebagai tergugat II. Dia menilai:
-
Gibran tak pernah mengenyam pendidikan SMA atau sederajat di RI, sehingga tidak memenuhi pasal syarat calon wapres dalam UU Pemilu.
-
Ijazah dari Singapura (Orchid Park Secondary School) dan Australia (UTS Insearch) dianggap tidak sah sesuai definisi “SLTA” dalam UU.
Dalam petitum, Subhan menuntut ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 125 triliun, yang ingin disetorkan ke kas negara.
Posisi KPU dan Argumen Legal
KPU telah angkat bicara. Mereka menyatakan bahwa proses pendaftaran calon wapres sudah sesuai hukum, tanpa catatan pelanggaran administrasi dari Bawaslu, PTUN, atau MK.
KPU menjelaskan rujukannya pada Permendikbudristek No. 58/2024 Pasal 16, yang memungkinkan pengakuan ijazah luar negeri setara dengan sistem pendidikan nasional, melalui mekanisme penyetaraan di institusi terkait.
Reaksi Publik dan Dinamika Politik
Gugatan ini langsung mencuat di publik karena menyentil simbol gubernamental: istrinya presiden baru, kini dilawan secara hukum. Beberapa respons:
-
Publik skeptis akan prosedur verifikasi KPU, meski mereka menyatakan semua sudah sesuai.
-
Pakar hukum menyebut kasus ini bisa jadi preseden penegakan aturan administrasi pemilu.
-
Media ramai membahas soal legalitas pendidikan luar negeri dan standardisasi dokumen pejabat publik.
Implikasi Hukum, Politik, dan Konstitusional
1. Dampak Hukum
Kalau hakim menyatakan gugatan diterima, keputusan ini bisa menggugurkan kepemimpinannya sebagai Wapres dan membuka pertanggungjawaban KPU.
Jika ditolak, itu bisa memperkuat kekuatan interpretatif KPU atas syarat calon.
2. Arena Politik
Kasus ini semakin menyulut wacana soal seriusnya standar pencalonan—terlebih jika pendidikan luar negeri jadi “loophole”. Bisa berdampak ke regulasi pemilu selanjutnya.
3. Validasi Konstitusi
Media dan public opinion bisa makin menuntut transparansi data calon, termasuk ijazah. Ini penting untuk integritas demokrasi dan kepercayaan publik ke pejabat.
Penutup – Kesimpulan & Selanjutnya
H3: Ringkasan Singkat
-
Subhan menggugat Gibran dan KPU soal ijazah SMA tidak sesuai hukum dalam pencalonan wapres.
-
Gugatannya senilai Rp 125 triliun, sidang perdana dimulai 8 September 2025.
-
KPU mempertahankan legalitas prosedur mengacu pada Permendikbudristek 58/2024.
Langkah Selanjutnya
-
Publik wajib memantau keputusan hakim PN Jakarta Pusat—apakah bakal ungkap preseden penting.
-
KPU disarankan lebih terbuka soal proses verifikasi ijazah luar negeri calon pejabat.
-
Media dan lembaga pengawas demokrasi perlu awasi perkembangan agar transparansi tetap dijaga.