
Bali Dikepung Banjir, Apa Penyebabnya?
Bali Dikepung Banjir, Apa Penyebabnya?
rumahsehatindonesia.com – Bali sedang alami krisis banjir berskala besar. Hampir seluruh wilayah diterjang banjir parah dengan ketinggian air mencapai 2–3 meter di beberapa titik, termasuk rumah lantai dua—sungguh pemandangan yang mengejutkan banyak warga. Sudut-sudut kota seperti Denpasar jadi lumpuh, pasar dan jalan umum tak luput dari terendam air.
Sebagaimana disampaikan oleh BPBD Bali, banjir ini terjadi karena hujan deras sejak Selasa (9/9) hingga Rabu (10/9), dengan penyebab kompleks mulai dari faktor alam hingga dampak pembangunan dan hingga sampah yang menyumbat sistem drainase.
Lantas, apa saja yang bikin Bali dikepung banjir sampai begitu parah? Yuk kita ulas satu per satu—dengan bahasa santai, jelas, dan tetap profesional.
Curah Hujan Ekstrem & Peran Gelombang Rossby
Pertama yang jelas, hujan ekstrem memicu segalanya. BMKG Denpasar mencatat beberapa daerah di Bali diserang hujan deras hingga ekstrem—lebih dari 150 mm per hari—selama periode 9–10 September 2025. Rentang intensitas hujan itu sudah cukup menyulitkan daerah seperti Jembrana, Tabanan, Denpasar, Badung, Gianyar, Klungkung, dan Karangasem.
Kedua, ada pengaruh atmosfer global: gelombang ekuatorial Rossby. Menurut BBMKG Wilayah III, gelombang Rossby memperkuat pertumbuhan awan hujan melalui lembab yang tinggi hingga lapisan 500 mb, sehingga makin memperparah hujan ekstrem di Bali. BMKG pun menyebut kondisi ini tidak bisa selesai dalam sekali hujan—diperkirakan terjadi beberapa hari ke depan mengingat Bali baru masuk masa peralihan menuju musim hujan.
Ketiga, Gubernur Bali Wayan Koster menekankan bahwa hulunya jauh dan Tukad Badung panjang, sehingga curah hujan berlebihan cukup wajar menyebabkan overflow besar. Ditambah lagi masalah sampah—yang saya bahas selanjutnya—semakin memperparah dampak dari hujan ekstrem ini.
Drainase Tersumbat & Sampah Berkontribusi Signifikan
Masih terkait air, penyebab sistematis berikutnya adalah sistem drainase yang tersumbat, terutama oleh sampah. Di Denpasar, BPBD mendapati sejumlah gorong-gorong dan saluran air tersumbat berat oleh tumpukan sampah, membuat aliran air terhambat dan memicu genangan parah di ruas-ruas jalan.
Di wilayah Buleleng—Singaraja khususnya—BPBD menyatakan bahwa sampah menjadi penyebab utama banjir, karena air meluap ke permukiman dan pariwisata ketika sungai tidak bisa mengalir normal akibat tertutup sampah. Kondisi ini membuat daerah susceptible terhadap banjir susulan saat hujan makin intens.
Selain penyumbatan, pembangunan juga memperparah. Banyak saluran air berubah bentuk atau menyempit karena pembangunan pemukiman. BPBD Buleleng pun sedang lakukan normalisasi saluran agar kembali selebar semula—dengan membongkar beton yang mempersempit aliran.
Pembangunan & Alih Fungsi Lahan yang Kurang Terencana
Masalah tidak berhenti di pembangunan. Alih fungsi lahan turut andil besar. Para pengamat tata ruang menyoroti bahwa lahan pertanian dan kawasan resapan air telah banyak beralih fungsi menjadi perumahan atau infrastruktur wisata. Yang dulunya bisa serap air sekarang berubah jadi lapisan beton yang menyulitkan drainase alami saat hujan ekstrem tiba.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga memberi sorotan penting: infrastruktur tinggi seperti tol dan perluasan daerah pariwisata membuat daya dukung lingkungan berkurang drastis, sehingga ketika hujan deras datang struktur alam kehilangan fungsinya sebagai penyerap air.
Kondisi ini bagian dari masalah sistemik—jika tata ruang tidak diperbaiki cepat, Bali akan terus rentan terhadap bencana banjir yang makin parah tiap musim hujan.
Dampak Nyata & Respons Pemerintah Terkini
Dampaknya nyata dan masif. BPBD Bali melaporkan terdapat 43 titik banjir di Denpasar dan Badung, dengan lokasi terdampak seperti Pasar Kumbasari dan Jalan Pura Demak paling parah. Korban jiwa juga tercatat: dua meninggal, empat hilang. BNPB bahkan meluncur langsung ke Bali untuk bantu penanganan logistik dan evakuasi.
Menurut Reuters, total enam orang tewas akibat banjir ini—empat di Denpasar karena bangunan ambruk, dan dua di Jembrana. Infrastruktur seperti akses ke bandara internasional Denpasar juga lumpuh dan hanya bisa diakses dengan truk. Tim SAR sebanyak 200 orang dikerahkan untuk tanggap darurat.
Gubernur Wayan Koster meninjau langsung lokasi terdampak, memastikan penanganan sampah jadi prioritas dan menyiapkan insentif ganti rugi dari APBD provinsi dan kota. Proses pendataan kerugian pun tengah berjalan.
Kesimpulan dan Saran Mitigasi Jangka Panjang
Melihat kompleksitas penyebab—mulai dari hujan ekstrem, gelombang atmosfer, drainase tersumbat, hingga alih fungsi lahan—Bali memang sedang dikepung banjir oleh rangkaian faktor alam dan manusia. Solusinya harus juga multi-dimensi:
-
Pemulihan dan penguatan drainase yang tersebar dan tidak tersumbat sampah,
-
Perencanaan tata ruang yang lebih bijak dan memperhitungkan resapan air,
-
Pengelolaan sampah lebih intensif, dari hilir sampai hulu,
-
Sistem peringatan dini dan mitigasi yang disiapkan tiap musim hujan, dan
-
Kerjasama antar lembaga: BPBD, BNPB, pemerintah daerah, serta masyarakat.
Penutup – Bali Harus Siap untuk Perubahan yang Nyata
Bali tengah dikepung banjir besar—bukan karena satu faktor aja, tapi kombinasi alam dan ulah manusia. Dari hujan ekstrem yang diperparah oleh Rossby, sampai drainase yang tidak siap, hingga pembangunan yang tak tanggung jawab terhadap alam—semua bersatu menciptakan situasi darurat.
Tapi jangan panik: pemerintah respons cepat, BNPB terjun langsung, dan masyarakat bisa bantu mulai dari kebersihan lingkungan. Yang paling penting adalah Bali belajar dari peristiwa ini dan bergerak untuk perlindungan jangka panjang agar kelestarian dan keselamatan masyarakat tetap terjaga.